Rabu, 15 November 2023

Petirtaan Jolotundo

Petirtaan Jolotundo terletak di lereng di utara Gunung Penanggungan, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas. Jarak dari kota Surabaya +55km, dapat di capai dengan kendaraan pribadi roda 2 maupun roda 4. Petirtaan Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang di buat zaman Airlangga (Kerajan Kahuripan). Candi ini merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya, Prabu Airlangga, yang di bangun pada tahun 899 Saka. Banyak orang menyebutkan bahwa candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singga sana dan di ganti anaknya. Keunikan pertitaan ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim kemarau.

Dari pendekatan arkeologis, Jolotundo memiliki keabsahan yang penting, karena menunjukkan perkembangan seni bangunan dan kepercayaan yang luhur. Petirtaan ini memiliki dua bagian, yakni bagian utara untuk pria dan bagian selatan untuk wanita. Hal ini menunjukkan adanya pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan ritual pemandian kuno.

Struktur bangunan petirtaan yang terbuat dari batu andesit ini menggambarkan keahlian tinggi dalam seni memahat dan pembuatan bangunan pada masa tersebut. Motif-motif hiasan yang ada di dinding petirtaan menunjukkan pengaruh budaya Hindu, yang menjadi dominan pada masa kerajaan-kerajaan di Jawa pada periode kuno. 

Selain itu, air di Petirtaan Jolotundo dipercaya memiliki khasiat penyembuhan dan dapat memberikan kesucian. Karena itu, hingga saat ini, banyak masyarakat setempat yang masih mempercayai keistimewaan air dari petirtaan ini dan datang untuk berziarah atau mandi di sana.

Senin, 02 Oktober 2023

Peringati Hari Batik Nasional, Mendikbduristek Resmikan Museum Batik Indonesia

Dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional (HBN) 2023, hari ini (2/10) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, meresmikan Museum Batik Indonesia. Bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI), serangkaian kegiatan edukatif untuk mendukung pelestarian batik nusantara diselenggarakan di Museum Batik Indonesia yang berlokasi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Perayaan HBN 2023 yang mengusung tema “Batik, Bangkit!” ini turut dihadiri oleh Ibu Negara Republik Indonesia, Iriana Joko Widodo dan Ibu Wakil Presiden, Wury Ma’ruf Amin.

Mendikbudristek dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas kekayaan warisan leluhur yang dimiliki bangsa Indonesia. “Warisan leluhur seperti benda-benda bersejarah, pengetahuan, adat istiadat, karya seni, serta tradisi yang terus bertahan dari generasi ke generasi turut membentuk peradaban bangsa serta membawa Indonesia ke panggung internasional berkat pengakuan sebagai warisan dunia.”

Pada 2009, batik ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO. Selain karena keunikan teknik menghias kain dan keindahan motifnya, pengakuan batik sebagai warisan dunia adalah karena di setiap helai kain batik terkandung nilai budaya dan makna filosofis yang berkaitan erat dengan siklus kehidupan manusia Indonesia.

“Oleh karena itu, kita punya tanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan tradisi batik dan semua warisan leluhur yang kita miliki,” lanjut Menteri Nadiem.

Dalam sambutannya disampaikan bahwa terobosan Merdeka Berbudaya juga membuka peluang seluas-luasnya bagi seniman, pelaku budaya, organisasi dan lembaga kebudayaan, serta seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam mengembangkan kekayaan budaya.

“Kemendikbudristek berupaya memastikan agar batik dan seluruh warisan peninggalan leluhur tidak hanya dirawat, tapi juga terus dikembangkan. Dengan demikian, warisan budaya kita dapat terus relevan dengan perkembangan zaman serta mampu menjadi solusi atas berbagai tantangan,” kata Mendikbudristek.

Terdapat 125 pembatik berkumpul di Museum Batik Indonesia hari ini. Kehadiran para pembatik untuk bersama-sama membatik beragam motif yang mewakili 33 daerah di Indonesia. Bahkan di antara mereka ada pula pembatik sekelas maestro yang turut berpartisipasi.

Wakil Ketua Yayasan Batik Indonesia, Diana Santosa menegaskan bahwa Hari Batik Nasional 2023 diadakan dengan melibatkan para pembatik dari seluruh Indonesia yang mewakili daerah masing-masing. Tujuannya untuk mengedukasi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda agar mereka dapat lebih memahami batik secara mendalam.

“Memahami bahwa batik bukanlah sebuah ‘tren’, melainkan sebuah warisan budaya yang harus dijaga. Mengedukasi mereka bahwa batik bukan sekedar kain tradisional yang memiliki beragam motif dan warna, tapi merupakan karya adiluhur yang memiliki makna dan filosofis mendalam pada setiap proses pembuatannya,” jelas Dian.

Menutup sambutannya, Mendikbudristek menyampaikan, “Melalui peristiwa bersejarah yang didukung penuh oleh Ibu Negara ini, yang semoga nantinya berhasil memecahkan rekor MURI, besar harapan saya agar ada semakin banyak generasi muda yang semakin tertarik mempelajari dan mendalami kemampuan membatik. Juga lahir para pegiat batik muda dengan inovasi dan kreasi yang berkontribusi pada perkembangan batik di masa selanjutnya.”

Museum Batik Indonesia Sebagai Pusat Pelestarian
Museum Batik Indonesia memegang peran penting dalam menopang ekosistem dunia batik yang lebih berkelanjutan. “Peresmian Museum Batik Indonesia merupakan titik tolak dalam memperkuat upaya menghadirkan sarana penyebaran pengetahuan mengenai batik di Nusantara serta membukakan akses kepada masyarakat luas untuk mengenal batik dengan lebih mendalam,” jelas Mendikbudristek.

Optimisme tersebut sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo yang menegaskan bahwa upaya untuk memperkenalkan, melestarikan, dan mengembangkan batik harus menjadi perhatian dan tanggung jawab bersama sebagai warga negara Indonesia karena batik merupakan wajah dan budaya yang merepresentasikan kehormatan Bangsa Indonesia.

Dinaungi Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya (BLU MCB) yang dibentuk pada 1 September 2023 lalu, Museum Batik Indonesia memiliki misi untuk terus meningkatkan profesionalisme pengelolaan museum, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, serta meningkatkan pelestarian batik melalui ruang kolaborasi bersama komunitas dan organisasi lainnya yang memiliki visi yang sama.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid menjelaskan, sejalan dengan tugas dan fungsi BLU MCB untuk mengelola permuseuman secara nasional, museum sebagai pusat pelestarian batik dapat menjadi fasilitas publik serta sarana edukasi dan rekreasi yang optimal. “Kami menyambut baik upaya kolaborasi berbagai pihak dengan museum, seperti yang kami laksanakan bersama YBI hari ini. Tujuannya untuk bersama-sama memberikan warisan pengetahuan kepada generasi penerus,” ujarnya.

Museum Batik Indonesia memiliki fungsi untuk mewadahi berbagai kalangan untuk mengenal, memahami, hingga belajar memproduksi. “Batik merupakan salah satu alat diplomasi budaya yang saat ini telah diakui di dunia internasional. Sehingga salah satu tugas museum adalah untuk menjadikan pengetahuan tentang batik, serta pengembangan dan pemanfaatannya tetap berkelanjutan tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia,” pungkas Hilmar.

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat

Sekretariat Jenderal

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Senin, 08 Mei 2023

Wisata Kolam Renang Pesona Sampalan Indah

Kolam renang pesona sampalan indah luas area sebesar kurang lebih 5Ha, area parkir sangat luas untuk kendaraan jenis roda 2, roda 4 dan bus ukuran medium.di dalam area kolam renang pesona sampalan indah juga terdapat gedung serbaguna untuk pertemuan berbagai macam acara, jumlah kolam renang terbagi 2 area untuk dewasa dan anak anak, selain daripada itu terdapat pula saung saung untuk tempat peristirahatan para wisatawan.

Dididalam area kolam renang pesona sampalan indah dibangun pula beberapa tempat tempat spot selfi yang sebagian spot selfi tersebut dibangun menggunakan bahan dari bambu, juga terdapat areacamping ground.

Kamis, 11 Juli 2019

Festival Panji Nusantara, Tampilkan Ragam Potensi Kesenian Jawa Timur

Festival Panji Nusantara memasuki kota terakhir di Jawa Timur, ragam potensi kesenian dihadirkan dalam kemeriahan pesta kesenian ini, mulai dari pameran visual, Budaya Panji, workshop, seminar, lomba dan seni pertunjukan dari 6 provinsi di luar Jawa Timur, yakni Bali, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

Malang menjadi kota terakhir di Jawa Timur sekaligus penutup rangkaian Festival Panji Nusantara 2019. Setelah sebelumnya acara telah terselenggara di Amphitheatre Candi Penataran Kab. Blitar (9/7), Kabupaten Kediri dan Tulungagung (10/11). Khusus di Kota Malang, Pemerintah Kota juga menyelenggarakan beberapa lomba, yaitu Lomba Mewarna, Lomba Menggambar, Lomba VLog, Workshop Komik, dan Sinau Sejarah dengan tema Panji di Museum Mpu Purwa.

Acara dengan tema “Transformasi Budaya Panji” ini merupakan kerjasama Dinas Kebudayaan dan Provinsi Jatim, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia dalam platform Indonesiana, dan pemerintah Kota/Kabupaten yang menjadi tuan rumah acara tersebut, didukung oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Mojokerto.

Dalam pernyataannya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, Sinarto, S.Kar, MM, menjelaskan bahwa Festival Panji kali ini merupakan kelanjutan dari Festival Panji Nasional 2017 di Kediri, berlanjut Festival Panji Internasional tahun 2018 di 8 kota di Indonesia, mulai dari Denpasar, Pandaan, Kota Malang, Kab. Blitar, Kab. Tulungagung, Kab. Kediri, berlanjut ke Yogyakarta dan berakhir di Jakarta.

Menurut rencana, Festival Panji Internasional akan diselenggarakan setiap 3 tahun sekali, diselingi Festival Panji Nusantara yang diadakan setiap tahun. Berarti tahun 2020 nanti masih Festival Panji Nusantara, jelasnya.

Festival Panji Nusantara adalah satu dari 19 festival yang masuk dalm dukungan platform Indonesiana. Dukungan tersebut termasuk membentuk Tim Kurator dan Tim Pelaksana dari pihak pelaku seni, sedangkan pihak pemerintah daerah berposisi sebagai fasilitator.

Platform Indonesiana adalah inisiatif dan upaya yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mendorong, sekaligus memperkuat upaya Pemajuan Kebudayaan sesuai dengan amanat UU No. 5 Tahun 2017 melalui gotong royong antara pemerintah dan masyarakat dalam penguatan kapasitas daerah untuk menyelenggarakan kegiatan budaya sesuai azas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan yang ditetapkan dalam UU No. 5 Tahun 2017.

Melalui pendukungan pada kegiatan-kegiatan berbasis budaya diharapkan dapat menumbuhkembangkan ekosistem kebudayaan yang mengakar kuat pada kearifan-kearifan lokal Indonesia. Dengan berlangsungnya ekosistem kebudayaan yang berkesinambungan, secara jangka panjang diharapkan dapat memastikan kelestarian dan keberlangsungan khazanah budaya di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dinamis.

Rabu, 10 Juli 2019

Europalia 2017, Menjawab Keberagaman Indonesia Di Tanah Eropa

Indonesia akan menjadi negara tamu di pagelaran budaya akbar Europalia yang diselenggarakan di Belgia. Europalia 2017 bersama dengan tim yang dipangku oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia akan menampilkan budaya tradisional dan kontemporer dengan mengangkat keberagaman seni dan budaya di Indonesia. Saat ini berbagai persiapan tengah dilakukan, termasuk penyelesaian pembuatan produksi dari masing-masing karya terpilih.

Tenaga Ahli Cagar Budaya dan Saintifik Komite Europalia Idham Setiadi menyatakan, ada sekitar 400 artefak yang nantinya akan dipamerkan selama acara berlangsung. Tak hanya itu, keberadaan Indonesia di pameran tersebut merupakan langkah baik mengingat secara historis, Indonesia dan Eropa memiliki hubungan erat yang cukup signifkan. Khususnya di bidang kebudayaan, sejarah dan antropologi.

“Karena dari studi-studi kebudayaan, sejarah dan antropologi itu dimulai dari sana (Eropa). Kami terus melakukan dialog, kerjasama dan sebagainya. Indonesia sudah waktunya untuk memperlihatkan apa misi kita. Bukan hanya memperlihatkan keindahan tapi juga ide yang kita punya. Baik dari seniman atau pada ahli yang akan tampil di sana,” urainya saat di acara Press Brief Europalia Arts Festival Indonesia, Museum Nasional, Jakarta Pusat.

Idham melanjutkan, ratusan artefak yang akan dibawa berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Mulai itu Aceh, Nias hingga ke Papua. Proses pemilihan berdasarkan kesepakatan antara pihak Indonesia dan Eropa, dan lebih menekankan pada arti keberagaman dalam kebudayaan.

“Dapat dilihat dari koleksinya nanti di sana. Sebab apa yang menurut kita menarik belum tentu dianggap mereka menarik. Karena biar bagaimana pun audience utamanya ialah orang Belgia. Nanti pameran ini tidak hanya ada di Belgia melainkan ada di 8 negara Eropa lainnya. Tentunya apa yang ditampilkan harus menjawab pertanyaan yang mereka miliki tentang keberagaman Indonesia. Seperti diketahui Indonesia akan jauh lebih beragam dibandingkan negara lain di Eropa. Bagaimana menjaga keberagaman itu, seperti ini (lewat pameran) yang ingin kami jawab,” jelasnya.

Di samping itu, kegiatan budaya yang berlangsung sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018 ini melibatkan 400 pekerja seni, termasuk dari seni tari, pertunjukan, musik, instalasi dan film. Beberapa highlight yang ingin ditampilkan ialah Anchestor, Archipel dan Power and Other Things.

Oleh karena itu, Tim Ahli Bidang Maritim untuk Europalia Singgih Tri Sulistiono memaparkan, pada Archipel akan diperlihatkan bagaimana budaya martim di Indonesia.

“Garis besarnya maritim, yang diinginkan ialah menampilkan koleksi budaya maritim sebagai nilai seni yang tinggi. Ada empat periode yang ingin dipamerkan. Dari periode kuno ada perahu replika. Nanti pada periode selanjutnya ialah masuknya Indonesia di kancah perdagangan dunia,” tukasnya.

Sabtu, 19 November 2016

Dua Dalang Wayang Golek Cilik Asal Banten Pentas Di Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional

Tiga Gunungan ditancapkan, kemudian munculah sosok kera putih, ia terlihat memanjat masing-masing gunungan dan kemudian menghilang. Begitulah penggalan adegan wayang Golek Purwa yang dipentaskan oleh Mohammad Armin (10) dalam rangkaian Festival Dalang Bocah 2016. Ini adalah hari ketiga rangkaian acara yang sudah dibuka pada Kamis (17/11) lalu.

Pada hari kedua, pementasan dibuka oleh lakon Anoman Duta yang dibawakan oleh perwakilan peserta dari Banten, Mohammad Armin. Armin, begitu bocah cilik itu biasa disapa, menuturkan bahwa dirinya senang sekali menjadi pembuka acara di hari kedua. “Saya belajar dalang dari umur dua tahun, dan sudah mentas di usia tiga tahun,” tuturnya dalam wawancara usai pementasan.

Perwakilan dari Banten lainnya bernama Raden Muhammad Rapi Fathan (15), siswa SMPN 9 Tangerang ini tampil membawakan lakon Gatutkaca Lahir. Fathan, begitu ia biasa disapa menuturkan, menjadi dalang tidaklah sulit, asal tekun dan tetap pada kecintaan terhadap seni pedalangan. Ia pun memberikan pesan kepada setiap anak-anak yang ingin menjadi dalang agar tetap pada pendiriannya hingga dewasa untuk melestarikan nilai budaya.

Acara Festival Dalang Bocah 2016 ini akan terus digelar hingga tanggal 20 November 2016. Setiap harinya acara ini menampilkan dalang-dalang muda dan dalang anak-anak dari seluruh daerah di Indonesia.

Senin, 26 Oktober 2015

Kacung Marijan: “Tanggung Jawab Pelestarian Budaya Di Tangan Kita”

Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang secara resmi membuka pagelaran Festival Matrilineal 2015 pada Minggu (25/10) di Nagari Sijunjung, Sumatera Barat. Secara resmi pembukaan dilakukan oleh Bapak Dirjen Kebudayaan Kacung Maridjan tepatnya pukul 20.00. Seremoni pembukaan tersebut sekaligus membuka secara resmi seluruh rangkaian kegiatan dalam Festival Matrilineal 2015.

Kepala BPNB Padang sekaligus ketua pelaksana Festival Matrilineal 2015 Drs. Nurmatias dalam laporannya menjelaskan bahwa Pagelaran Festival Matrilineal 2015 akan berlangsung selama delapan hari (25 Oktober – 01 November) dan menampilkan 8 (delapan) tim kesenian dari dalam dan luar negeri yang menganut system Matrilineal. Kedelapan tim tersebut terdiri dari 7 (tujuh) tim dari dalam negeri dan 1 (satu) tim dari luar negeri yaitu Malaysia.

Kegiatan pembukaan Festival Kesenian ini dimeriahkan dengan pementasan tari Lapiak dan tari piriang dari kabupaten Sijunjung dan penampilan tim kesenian Saandiko dari Bukit Tinggi. Pada kesempatan itu, Dirjen Kebudayaan Prof. Kacung Maridjan menekankan bahwa pelestarian budaya adalah tanggung jawab kita bersama. Kalau bukan kita siapa lagi.

Rangkaian kegiatan Festival Matrilineal 2015 ini sekaligus menjadi momentum memperkenalkan Perkampungan Adat Padang Ranah sebagai daftar tentative list warisan budaya di UNESCO.

Selasa, 11 November 2014

Kongres Kebudayaan Jawa 2014

Kongres Kebudayaan Jawa digelar untuk pertama kali setelah zaman kemerdekaan di Solo pada 10-13 November 2014. Acara yang diikuti 503 utusan dari berbagai daerah dibuka di kampus ISI Surakarta dan kongresnya dilangsungkan di Hotel Lor In.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan membuka acara tersebut. Ketua Panitia, H. Mardiyanto pun mengemukakan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jatim Soekarwo, dan mantan Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayjen TNI Sunindyo akan menjadi pembicara utama dalam acara itu.

”Dalam sejarah, sebelum kemerdekaan pernah diadakan acara ini pada 5-7 Juli 1918 yakni Congres voor Javaneche Cultur Antwikkeling di Surakarta. Bersama Yayasan Studi Bahasa Jawa (YSBJ) Kanthil, kami akan menyelenggarakan acara serupa yang pertama setelah era kemerdekaan,” ujar Mardiyanto dalam jumpa pers di Semarang. Mardiyanto menerangkan, ada 60 makalah yang akan disajikan dalam panel diskusi yang terbagi dalam empat klaster. Ia menginginkan, ada pemikiran reaktualisasi kebudayaan Jawa, agar generasi muda tidak kehilangan jejak.

”Perlu ada usaha pewarisan dan pelestarian dari generasi ke generasi, agar keprihatinan bangsa tentang kurangnya kepercayaan diri, kurangnya rasa harga diri, dan kurangnya jati diri bangsa, tumbuh kembali sebagai komunitas yang besar demi teraplikasinya bhinneka tunggal ika,” katanya.

Himpun Pemikiran
Sementara itu, Ketua Pelaksana Prof. Dr. Dr. Soetomo. WE, M.Pd menerangkan, tujuan acara tersebut di antaranya untuk menghimpun sejumlah pemikiran aktual dan sumbangsih, tentang hakikat kebudayaan Jawa bagi pembangunan bangsa. Juga untuk menyusun rencana strategis dan dinamis bagi para penentu kebijakan dan pengambil keputusan, dalam menempatkan kembali peran budaya Jawa.

”Selain itu juga untuk mengidentifikasi berbagai masalah mendasar dan menginventarisasi kebudayaan Jawa mana yang patut dikembangkan, mana yang cukup didokumentasikan, dan mana yang dilestarikan, dalam usaha pewarisan budaya dari generasi tua kepada generasi muda,” tandasnya.

Pembukaan dilaksanakan di kampus ISI, dan ditandai dengan penampilan-penampilan kesenian. Sedangkan untuk sidang-sidang diselenggarakan di Hotel Lor In.

Selasa, 07 Agustus 2012

Tanggung Jawab Panggung Teater

Haruskah teater bertanggung jawab? Mengapa? Kepada siapa? Lagian untuk apa? Bukankah pertanggungjawaban itu, bila ada, pertama-tama haruslah datang dari, oleh, dan untuk para pekerja teater sendiri? Mengapa mereka mau-maunya mempertaruhkan jasmani, rohani, akal, budi, rasa, imajinasi, dan seleranya sendiri semata-mata untuk teater? Apakah demi mewujudkan cita-cita luhur untuk mengabdikan diri kepada salah satu cabang kesenian yang bernama teater? Apakah untuk mengekspresikan diri agar lebih lengkap dan bermakna ketimbang melalui enam cabang kesenian lainnya? Apakah karena ingin menjadi seorang atau sekelompok idealis yang tak peduli pada godaan harta benda dan jabatan? Apakah karena hanya melalui teater orang bisa melakukan terapi terhadap kekurangan atau kelebihan diri dibanding orang lain dan masyarakat sekitar? Apakah karena teater lebih peduli kepada alam dan lingkungan masyarakatnya ketimbang kesenian lain?

Apakah karena hanya teater yang mampu memberikan panggung secara langsung dan seketika ketimbang seni pertunjukan lain? Ataukah karena hanya teater yang menjanjikan latihan jasmani dan rohani secara keras, ketat, penuh pengorbanan, namun hanya tampil beberapa hari, dengan imbalan yang tak seberapa? Ataukah teater semata untuk mencari perhatian, sekadar eksis, dan bahkan pencitraan? Atau teater merupakan batu loncatan untuk berpindah ke cabang kesenian lain, seperti film, atau bahkan panggung politik praktis? Atau karena teater sulit mendapatkan tempat dan perhatian dari kritik dan peliputan media massa sehingga dengan terjun di dalamnya orang akan merasa menjadi bagian dari komunitas yang ekslusif karena tidak ikut dan tidak berada di dalam arus utama?

Apakah karena teater tidak banyak diminati para sponsor dan maesenas sehingga harus berjalan dan berkembang tertatih-tatih dan karena itu menjanjikan kemandirian dan ketahanan banting  lebih dari kesenian lain? Atau karena dengan teater orang bisa lebih mencurahkan perhatian kepada diri sendiri bahkan setiap kali menikmati penyiksaan diri yang ekstasenya mungkin lebih nikmat dan lebih lama ketimbang mengonsumsi narkoba? Atau karena para pemain dan pekerjanya tidak pernah bisa lengkap karena masing-masing lebih mementingkan kesibukan dan kehidupan pribadinya demi anak istri dan keluarga ketimbang harus latihan dan disiplin menaati jadwal?

Bila serentetan pertanyaan yang lebih dari, oleh dan untuk para pekerja teater itu tidak cukup melahirkan jawaban, atau mungkin juga memang tidak membutuhkan jawaban, apakah hal yang sama harus dipertanyakan kepada orang atau pihak lain? Kepada para penulis lakon yang jumlah dan kualitasnya tidak semakin banyak atau tidak kian membaik? Kepada para calon pekerja teater yang semakin kehilangan gairah karena lebih meminati cabang kesenian lain yang lebih menjanjikan, terutama dari sisi penghasilan, popularitas, penghargaan, bahkan peliputan oleh media massa arus utama atau media sosial?

Kepada para maesenas yang semakin langka karena penanaman modal di cabang kesenian ini mustahil akan bisa impas apalagi menguntungkan? Kepada perusahaan swasta, perusahaan pemerintah baik milik daerah atau milik negara, yang tidak terlalu peduli, kecuali bila para bintang panggungnya adalah mereka yang datang dari pentas yang lebih gemerlap, seperti musik, film dan politik? Kepada media massa arus utama dan bahkan media sosial yang hanya mau mengintip dengan sebelah mata dan amat langka memberikan peliputnya, pewartanya, penulisnya, dan akhirnya ruang dan jam tayangnya untuk kesenian yang disebut teater? Atau kepada para calon penonton mengapa mereka semakin enggan dan kian langka untuk datang ke gedung pertunjukan? Baik karena kurangnya publikasi, karena kurangnya minat menonton, atau karena kurangnya waktu akibat kesibukan diri mencari dan mempertahankan roda kehidupan, atau karena kemacetan di jalan yang semakin meningkat, atau karena buruknya cuaca akibat perubahan ekstrem, atau karena tidak cukup uang untuk membeli tiket, untuk membayar parkir, membeli cemilan serta kudapan, atau karena tidak ada yang mau menemani apakah kekasih atau suami atau istri mengingat dia atau mereka tidak punya minat yang sama terhadap teater, atau karena para pemain dan sutradaranya tidak kenal, tidak dikenal, tidak terkenal, atau karena ceritanya lenje, jayus, kurang piknik, kuno, jadul, tidak berbobot, tidak jelas, absurd, sulit dipahami, dan hanya dimengerti oleh penulis dan kelompoknya sendiri, atau karena penyajiannya dan kemasannya tidak lebih bagus dari sinetron, film televisi, bahkan kalah lucu ketimbang stand up-comedy? Atau kepada para pemilik dan pengelola gedung pertunjukan yang kurang adil  dalam berbagi hasil, atau karena biaya sewanya lebih mahal ketimbang penghasilannya dari menjual tiket, atau karena mereka tidak mau menyediakan panggungnya lebih dari tiga hari, atau karena mereka tidak memperbolehkan lingkungan gedungnya dijadikan tempat latihan selama berminggu-minggu apalagi berbulan-bulan?

Sesudah ratusan pertanyaan yang mungkin tak berjawab atau tak perlu dijawab itu, maka haruskah teater bertanggungjawab? Mengapa? Kepada siapa? Untuk apa? Apakah harus meminta pertanggungjawaban kepada Kepala Suku Dinas Kesenian, Direktorat Kesenian, Walikota, Bupati, Gubernur, Menteri atau Wapres dan bahkan Presiden? Apakah pemerintah punya atau tidak punya dana untuk membantu atau bahkan memberikan sekadar subsidi bagi teater? Mengapa harus teater? Bukankah ada juga enam cabang kesenian lain yang harus diberikan perhatian? Bukankah ada Seni Musik? Seni Tari? Seni Sastra? Seni Suara? Seni Rupa? Dan seni yang ketujuh yakni Seni Film? Memangnya semua cabang kesenian itu tidak butuh perhatian? Tidak perlu dana? Subsidi? Peliputan? Sponsor? Maesenas? Tempat pertunjukan? Ruang pameran? Tempat latihan? Studio? Arena terbuka? Museum? Promosi? Teknologi? Festival? Calon pekerja? Calon penonton? Calon pembaca? Calon pembeli? Repertoar? Koreografi? Skenario? Peralatan, perlengkapan dan perabotan? Bukankah tujuh cabang kesenian itu juga tidak hanya yang modern, kontemporer, avant garde,  atau futuristik, tapi juga ada yang tradisional, atau yang merupakan warisan budaya benda dan takbenda? Apakah semua itu tidak membutuhkan apa dan siapa sebagaimana yang dibutuhkan dan diprasyaratkan seni teater?

Lalu? Kalau semua itu juga tak bergaung dan tak berjawab, kepada siapa lagi harus ditanyakan dan dimintai pertanggungjawabannya? Kepada para wakil rakyat di tingkat kota/kabupaten? Di tingkat ibukota provinsi? Atau kepada para anggota perwakilan daerah (DPD) di tingkat pusat? Atau kepada para wakil rakyat di tingkat pusat, alias para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terhormat karena dipilih secara langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali itu? Bukankah para anggota dewan itu adalah para wakil rakyat yang diberi amanah untuk menyusun anggaran, mengawasi jalannya pemerintahan dan terutama mengusulkan, merancang, dan membuat, dan menetapkan segala macam undang-undang demi kepentingan seluruh rakyat tanpa kecuali? Bukankah berkat undang-undang dan anggaran yang mereka  tetapkan, maka seluruh mesin dan roda pemerintahan serta seluruh aparatur negara baik di tingkat pusat maupun di daerah bisa bergerak baik lambat atau cepat? Bukankah semua kementerian, lembaga, badan, komisi, tentara dan polisi bisa berjalan, bekerja, bergaji, dan menghasilkan karyanya karena mereka tunduk dan dilindungi oleh pelbagai payung hukum yang hulunya berupa undang-undang yang ditetapkan oleh DPR dan yang mengikat seluruh warga negara serta pegawai negara, termasuk di dalamnya adalah seniman dan di dalamnya lagi ada seni teater dan seniman teater serta para pekerjanya, termasuk yang hari ini mungkin berada di ruangan ini?

Pernahkah ada yang membayangkan, tanpa undang-undang dan tanpa anggaran yang ditetapkan oleh DPR, akankah negara bisa dipelihara, roda pemerintahan bisa bergerak, para pegawai negara bisa bergaji dan bekerja, untuk sebesar-besarnya kemakmuran pejabat, kemakmuran pegawai negara, kemakmuran pengusaha sebelum kemudian kemakmuran rakyat? Lebih khusus lagi, pernahkah ada yang mempertanyakan atau bahkan menggugat, sejak negeri ini merdeka, terutama sejak lebih dari setengah abad ini, mengapa di negara ini hanya ada undang-undang tentang perfilman, yang di muka bumi ini ditetapkan sebagai cabang seni yang ketujuh, tapi tidak pernah ada undang-undang tentang kesusastraan, undang-undang tentang senirupa, undang-undang tentang seni tari, undang-undang tentang seni musik, undang-undang tentang seni suara, dan terutama undang-undang tentang seni teater? Pernahkah ada yang mempertanyakan atau bahkan menggugat, mengapa anomali adanya undang-undang tentang perfilman itu tidak segera dihapuskan saja dari negeri ini? Mengapa hanya seni film yang diistimewakan, sementara sampai dengan hari ini, hasilnya juga tidak terlalu membanggakan baik bagi bangsa maupun negara?

Mengapa payung hukum dan undang-undang seni film tidak digabungkan saja atau dilebur dengan enam cabang seni lainnya, agar ketujuh cabang kesenian itu secara adil mendapatkan payung hukum, perhatian dan anggaran yang kurang lebih sama dari negara dan pemerintah? Bukankah cukup dengan sebuah undang-undang tentang kesenian, maka seluruh cabang seni kita akan bisa dilindungi, dikembangkan, ditumbuhkan, dididik, dipromosikan, difestivalkan, diindustrikan, secara ajeg dan berkesinambungan? Bukankah hanya melalui sebuah undang-undang maka DPR dapat menetapkan anggaran untuk kesenian? Sehingga, baik negara atau pemerintah maupun masyarakat kesenian, baik pekerja maupun penikmatnya, akan terikat dan mengikatkan diri, untuk mendapatkan pelbagai kemudahan, serta memiliki hak, dan kewajiban yang sama, terutama untuk memajukan kesenian. Sehingga, seluruh pemangku kepentingan kesenian yang diatur dan ditetapkan undang-undang, akan memperoleh perhatian, anggaran, hasil dan perlindungan yang sama, sesuai maksud dan tujuan yang diuraikan dan ditetapkan di dalam setiap pasal dan ayatnya.

Maka siapa pun yang melanggar atau mengabaikan atau melalaikan dengan sengaja atau tidak sengaja, baik seluruh maupun sebagian ketentuan undang-undang tentang kesenian, baik lembaga maupun perseorangan, akan mendapatkan sanksi pidana maupun perdata. Termasuk teater dan seluruh pekerja yang terlibat di dalamnya. Karena teater adalah salah satu pilar utama dari tujuh cabang kesenian yang ada, yang harus ikut memperjuangkan terwujudnya undang-undang tentang kesenian. Termasuk harus ikut terlibat di dalam perancangan dan pembuatan naskah akademiknya, yang menjadi landasan bagi pembuatan undang-undang tentang kesenian. Itukah tanggungjawab dan panggung yang bisa menjawab ratusan pertanyaan tentang teater dan para pekerjanya tadi? Ya, iyalah, bro…!

Selasa, 14 Februari 2012

Atraksi Budaya Suku Jawa

Berasal dari Babad Jawa Kuno yang menyebut bahwa nenek moyang suku Jawa berasal dari seorang pangeran kerajaan Kling yang tersisih dari perebutan kekuasaan. Raja tersebut membangun kerajaan baru bernama Javaceckwara bersama para pengikutnya.

Ciri-ciri umum suku Jawa adalah pemalu, memiliki rasa sungkan, tapi suka menyapa. Suku Jawa juga dikenal kalem dan pekerja keras. Ciri-ciri khas suku Jawa adalah tradisinya, seperti upacara adat, rumah adat Joglo, pakaian tradisional Jawa, hingga kesenian tradisional, seperti tari Gambyong dan tari Beksan Wireng.

Selasa, 06 September 2011

Kesenian Rampak Bedug Dari Banten

Bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya Banten.

Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.

Fungsi Rampak bedug :

  • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.
  • Nilai rekreasi/hiburan.
  • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.

“Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.

Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.

Waditra adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
  • Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya’ir dari lagu.
  • Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
  • Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
Sejarah Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.

Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

Rabu, 18 Mei 2011

Mengenal Wayang Jawa Timuran

Lampu temaram yang berasal dari lentera sederhana menyinari sosok yang memainkan boneka-boneka tipis dengan aneka bentuk dan warna. Sang dalang mengeluarkan beraneka macam jenis suara yang menggambarkan karakter dari tokoh pewayangan yang dimainkan. Dengan bahasa Jawa Kawi yang rumit, dalang mengucapkan dialog-dialog yang menceritakan tentang lakon wayang yang disuguhkan.

Wayang, yang artinya bayang, merupakan kesenian legendaris Indonesia. Kesenian yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Hampir di seluruh bagian di Indonesia memiliki ciri Wayang sesuai dengan budaya setempat. Di Pulau Jawa sendiri terdapat banyak gaya Wayang yang berbeda-beda. Dan tahukah kamu perbedaan antara Wayang Kulon (Jawa Tengahan) dan Wayang Wetan (Jawa Timuran)? Berikut ulasan tentang perbedaan Wayang dari dua daerah tersebut.

Jika kita lihat secara sekilas, tidak ada perbedaan antara Wayang Kulon dan Wayang Wetan. Namun jika dilihat lebih seksama, terdapat perbedaan bentuk, teknik sabetan, dan karakter Wayang yang dimainkan. Perbedaan tersebut terjadi karena dasar budaya asal dalang dan Wayang yang dimainkan. Wayang Kulon mengambil dasar budaya keratonan, baik dalam cerita maupun bahasa yang dilafalkan oleh dalang. Berbeda dengan Wayang Kulon, Wayang Wetan atau Wayang Jawa Timuran mengambil dasar budaya yang berasal dari masyarakat, sehingga dari cerita, sabetan, dan juga bahasa, Wayang Wetan lebih kasar dibandingkan Wayang Kulon.

Sebagai contoh, dalam lakon Gatotkaca Lair yang dapat dimainkan dalam gaya Wayangan manapun, cara dalang Wayang Wetan melafalkan cerita akan terdengar lebih kasar dibandingkan dengan dalang Wayang Kulon. Selain itu, warna dari tokoh Wayang Gatotkaca juga nampak berbeda. Dalam Wayang Kulon, Gatotkaca berrwarna hitam sedangkan dalam Wayang Wetan, warna merah akan menjadi warna wajah Gatotkaca.

Wayang Wetan yang merupakan Wayang Jawa Timuran ini memilik 4 gaya pewayangan yang berbeda, yaitu gaya Trowulan, gaya Ngawi-Nganjuk, gaya Banyuwangi, dan gaya Surabaya-Jombang-Mojokerto. Keempat gaya ini pada dasarnya hampir sama satu sama lain, namun memiliki sedikit perbedaan pada cara dalang memainkan dan menceritakan lakon.

Wayang tidak hanya menjadi identitas masyarakat Jawa, namun juga sudah menjadi identitas masyarakat Indonesia. Selain di Jawa, Wayang juga tersebar di provinsi lain di Indonesia, seperti Menak Sasak dari NTB, Wayang Banjar dari Kalimantan, dan Wayang Betawi dari DKI Jakarta.

Selasa, 08 Februari 2011

Wisata Kulineran di Pulau Jawa, Kota-Kota Mana Sajakah Yang Wajib Kita Kunjungi?

Keanekaragaman budaya Indonesia membuat negara kita sangat kaya. Banyak suku di Indonesia juga memastikan kita punya banyak makanan enak. Inilah sebabnya mengapa banyak pecinta kuliner di seluruh dunia lebih memilih datang ke Indonesia untuk mencari makanan tradisional dan lezat. Sebagai contoh, wilayah Jawa terkenal dengan rempah-rempah yang melimpah dengan berbagai rasa. Bagi pengunjung dari berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur, tidak lengkap rasanya jika tidak mencoba berbagai makanan tradisional. 


Jika Anda hobi tentang kulineran, Anda wajib mengunjungi enam kota di Jawa berikut ini.  Dari berbagai sumber, Makanan berat dan ringan bisa dinikmati di kota-kota ini.

1. Yogyakarta Menu yang bisa Anda cicipi sangat beragam. Mulai dari gudeg khas Yogyakarta, sate kodok, Hopia Pasque ( Bakpia Pathuk), Gorengan, Oseng, Gatot Gunung Kidul, Nasi Tiwul. Yogyakarta juga merupakan rumah bagi banyak restoran legendaris yang menjamin cita rasa otentik yang selalu dikejar oleh penduduk lokal dan wisatawan. Misalnya, Jalan Kauman di Yogyakarta meliputi Gudeg Mbah Lindu Sosrowijayan, Gudeg Pawon, Mangut Lele Mbah Marto dan Wedang Ronde Mbah Paiyem.

2. Surabaya Kota terbesar kedua di Indonesia ini juga kaya akan makanan lezat. Masakan Surabaya terkenal dengan rasanya yang asin dan pedas berani . Beberapa kuliner yang paling diincar adalah dari Rawon hingga rujak Cigur. Tak hanya itu, salah satu makanan tradisional yang populer seperti lontong balap masih menjadi pujaan banyak orang.

3. Bandung memiliki banyak pilihan wisata alam yang menarik serta banyak pilihan kuliner khas yang siap memikat lidah Anda. Jangan lewatkan menu khas Bandung dan Sunda seperti Mie Kocok, Batagor, Bakso Achi, Seblack, Cireng, Nasi Buluh, Caredok, Lotek Macan, Korenak, lembang Susu Kedelai, Peyeum.

4. Semarang tentunya tidak terlepas dari beragamnya ragam makanan unik dan lezat yang bisa dicicipi di kota ini. Sebut saja Soto Ayam Semarang dengan kuah kecoklatan yang kaya akan bumbu, Tofu Dread Rock (Tahu Gimbal) Saus Kacang, Nasi Pindang, Tahu Pong, Nasi Ayam Semarang, dan tentunya Bandeng Presto. Banyak restoran legendaris yang menawarkan menu klasik dengan cita rasa yang tetap terjaga hingga saat ini. Kunjungi Lumpia Gang Lombok, Tahu Pong Gadjahmada, Leker Paimo, Gudeg Mbak Tum, Tahu Gimbal Pak Edi dan masih banyak lagi.

5. Solo Kaya akan wisata budaya, kota ini juga memiliki pilihan kuliner yang akan memanjakan lidah Anda. Misalnya Nasi liwet, Sate Pompon, brambang asem, Tengkleng dan Timlo yang tidak boleh dilewatkan. Cobalah tempat Solo legendaris yang masih eksis hingga saat ini. Misalnya Selat Solo Mbak Lies, Tahu Kupat, Sido mampir, dan Serabi Solo khas Solo dan Timlo Sastro.

6. Jakarta Ibu kota Indonesia memang selalu menarik untuk dikunjungi. Jakarta telah menjadi pusat hiburan, dari pusat pemerintahan menjadi pusat bisnis. Setiap sudut Jakarta penuh dengan makanan lezat, sehingga selalu menarik untuk dikunjungi. Mulai dari Ketoplak, Kerakterrol, Soto betawi hingga Asinan betawi masih menjadi destinasi favorit para pecinta kuliner.

Rabu, 15 September 2010

14 Lakon Wayang yang Sering dipentaskan Dalang Terkenal

Lakon Wayang yang sering dipentaskan Dalang Ternama. Wayang kulit merupakan bagian dari salah kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang pesat di pulau jawa, tidak hanya jawa saja pada perkembangannya wayang sebagai ciri-khas tradisi yang ada di Indonesia. Pada masa dahulu wayang digunakan sebagai media untuk perenungan ruh spiritual para dewa. Beberapa mengatakan bahwa wayang berasal dari kata "Ma Hyang" yang berarti menuju spiritualitas sang Maha Kuasa. Kalau sebagian masyarakat mengetahui Wayang sebagai seni pertunjukan dengan mengandalkan bayangan. Wayang kulit diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis wayang yang ada saat ini. Wayang jenis ini terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan. Agar gerak wayang menjadi dinamis, pada bagian siku-siku tubuhnya disambung menggunakan sekrup yang terbuat dari tanduk kerbau.



Wayang kulit dimainkan langsung oleh narator yang disebut dalang. Dalang tidak dapat diperankan oleh sembarang orang. Selain harus lihai memainkan wayang, sang dalang juga harus mengetahui berbagai cerita epos pewayangan seperti Mahabrata dan Ramayana. Dalang dahulu dinilai sebagai profesi yang luhur, karena orang yang menjadi dalang biasanya adalah orang yang terpandang, berilmu, dan berbudi pekerti yang santun. Sambil memainkan wayang, sang dalang diiringi musik yang bersumber dari alat musik gamelan. Di sela-sela suara gamelan, dilantunkan syair-syair berbahasa Jawa yang dinyanyikan oleh para pesinden yang umumnya adalah perempuan. Sebagai kesenian tradisi yang bernilai magis, sesaji atau sesajen menjadi unsur yang wajib dalam setiap pertunjukan wayang.

Sesajian berupa ayam kampung, kopi, nasi tumpeng, dan hasil bumi lainnya, serta tak lupa asap dari pembakaran dupa selalu ada di setiap pementasan wayang. Tapi, karena banyak yang menganggap sesajian tersebut merupakan suatu hal yang mubazir, belakangan ini sesajian dalam pementasan wayang juga diperuntukkan bagi penonton dalam bentuk makan bersama. Berikut ini Lakon wayang yang sering dipentaskan oleh dalang ternama di Indonesia.

  1. Semar Mbangun Khayangan/Semar mbangun Klampis Ireng/
  2. Mudune Wahyu Katentreman
  3. Kunjara Karna
  4. Wisanggeni Lair
  5. Wisanggeni Rabi
  6. Kresno Mantu
  7. Ajuno Bubak
  8. Petruk Dadi Ratu
  9. Banjaran Rahwana
  10. Banjaran Kakrasana
  11. Banjaran Sumantri
  12. Wahyu Makutharama
  13. Kresno Duto
  14. Bimo Suci

Begitulah sedikit perjalanan sejarah singkat Wayang. Dan beberapa lakon wayang yang sering dipentaskan.

Selasa, 17 Agustus 2010

10 Contoh Nama Bayi Perempuan Perpaduan Arab Islami dan Jawa Sansakerta

Inilah beberapa contoh nama bayi yang kami rekomendasikan bagi kalian yang sedang mencari nama untuk buah hatinya. Nama di bawah ini adalah perpaduan antara Arab Islami dengan Jawa Sansakerta lengkap beserta artinya. Nama perpaduan antara Arab Islami dan Jawa Sansakerta ini sangat cocok dipakai oleh bayi perempuan kalian. Berikut nama bayi perempuan Arab Islami dan Jawa Sansakerta beserta artinya yang dikutip dari Kabar Banten.

1. Rahma Aghnia Memiliki arti anak perempuan yang terlahir bersih dan suci yang selalu mendapatkan limpahan kasih sayang.


2. Kahiyang Arkadewi Artinya, anak perempuan yang cantik bagaikan bidadari surga.

3. Kyati Putri Arumi Artinya, Perempuan yang harum dan menawan.

4. Kila Keshwari Artinya, anak yang berkilau dan menyejukkan keluarga.

5. Nakhla Shabira Anak perempuan yang bermanfaat bagi orang banyak dan penuh kesabaran dalam menjalani hidup.

6. Aghniya Tsamara Artinya, anak perempuan yang kelak menjadi orang kaya dan bermanfaat bagi orang banyak.

7. Anastera Calista Artinya, anak perempuan yang cantik pemberian dari Tuhan.

8. Widi Iswara Wasesa Yang memiliki arti anak yang baik hati telah menjadi orang yang terhormat dan mempunyai wewenang.

9. Nandini Permaisuri Artinya, anak perempuan yang patuh kepada orang tua.

10. Kenes Salwa Santika Artinya, anak perempuan yang lincah manis dan membawa kedamaian.

Itulah beberapa rekomendasi nama anak perempuan perpaduan Jawa sansakerta dengan Arab Islami.

Rabu, 12 Mei 2010

Prabu Arjuna Sasrabahu

Prabu Harjunasasrabahu adalah putera tunggal dari Prabu Kartawijaya. Saat lahir ia diberi nama Arjunawijaya. Ia berganti nama setelah ia menggantikan ayahnya sebagai raja Negara Maespati. Gelar itu dia dapatkan karena ketika bertiwikrama, wujudnya berubah menjadi brahala sewu, yaitu raksasa sebesar bukit, berkepala seratus bertangan seribu dan semua tangannya memegang berbagai macam senjata sakti.


Harjunasasarabahu adalah titisan Bathara Wisnu, dia sakti mandraguna dan pilih tanding. Ia juga merupakan raja yang disembah oleh sesama raja. Namun, ia tidak suka menyelesaikan setiap persengketaan dengan peperangan. Ia selalu berusaha menyelesaikan dengan damai, yaitu dengan jalan musyawarah. Selain gagah perkasa dan sangat disegani, ia adalah satria yang sangat tampan, wajahnya sepintas mirip dengan Bhatara Kamajaya.

Suatu saat ia mendapatkan wangsit dari Bathara Narada, bahwa Puteri negeri Magada yang merupakan titisan Bathari Sri Widowati kini dalam pinangan rajaraja dari seribu Negara. Puteri itu bernama Dewi Citrawati. Harjunasasrabahu menjadi gelisah mendapatkan wangsit itu. Ia bimbang, apakah ia harus berperang dan menumpas semua raja dan membunuh ribuan prajurit yang tidak berdosa untuk mendapatkan Dewi Citrawati. Sebenarnya, ia mampu melakukan itu seorang diri, namun hal itu bertentangan dengan hati nuraninya yang cinta damai. Namun bila menempuh jalan perdamaian itu adalah sesuatu yang mustahil.

Sementara di Magada, Prabu Darmawisesa dari negeri Widarba, yang merupakan raja yang sanagt berpengaruh dan ditakuti yang disertai 75 raja sekutunya dan ribuan prajuritnya sudah siap mengepung Magada apabila lamarannya ditolak. Saat Prabu Harjunasasarbahu dalam kebimbangan, datanglah Bambang Sumantri menghadap untuk mengabdikan diri di Negara Maespati. Melihat kesungguhan dan tekat Sumantri, Harjunasasrabahu pun menerima Sumantri tetapi dengan satu persyaratan, Sumantri harus berhasil menjadi utusan pribadinya dan duta Negara maespati untuk melamar dan memboyong Dewi Citrawati ke Maespati.

Sumantri pun menerima persyaratan itu, kemudian ia pergi ke negeri Magada. Dengan kesaktiannya, ia berhasil menumpas raja-raja sekutu Darmawisesa. Saat ia berhadapan dengan Jonggirupaksa adik Prabu Darmawisesa, ia baru menggunakan senjata pusakanya yaitu anak panah Cakrabaskara, yang tiap kali dilepas akan selalu meminta korban terus menerus sebelum dipanggil pulang oleh tuannya. Akhirnya Darmawisesa pun juga berhasil ditakhlukan Sumantri. Seusai bertanding, ia lalu memboyong Dewi Citrawati ke Maespati. Dalam perjalanan mereka, kepercayaan Sumantri terhadap kesaktian Prabu Harjunasasrabahu sedikit tergoyah karena sedikit hasutan Dewi Citrawati yang sebenarnya kurang suka dengan penghargaan yang begitu besar yang diberikan rakyat Magada kepada Sumantri. Sumantri pun menghentikan perjalanannya ke Maespati, dan mengajukan persyaratan kepada Prabu Harjunasasrabahu, agar menjemput sendiri Dewi Citrawati di perbatasan kota sebagai seorang ksatria. Ia akan menyerahkan Dewi Citrawati, jika sang Prabu berhasil mengalahkannya, dan ini untuk meyakinkan tekadnya, bahwa ia hanya ingin mengabdi para raja yang berhasil mengalahkan kesaktiannya.

Harjunasasrabahu pun menyanggupi keinginan Sumantri. Pertarungan yang maha dahsyat memang benar terjadi antara Harjunasasrabahu dan Sumantri di lapangan yang tebentang antara pegunungan Salva dan Malawa, di luar kota Negara maespati. Mereka mengenakan pakaian kebesaran seorang senapati prajurit, menyandang gendewa dan juga menaiki kereta perang kedewataan. Prabu Harjunasasrabahu menaiki kereta perang miliki Dewa Wisnu, sedangkan Bambang Sumantri menaiki kereta perang miliki Prabu Citranggada. Kereta yang dinaiki Sumantri adalah kereta perang milik Bathara Indra yang diberikan kepada prabu Citradarma, raja Negara Magada. Perang tanding itu disaksikan oleh Dewi Citrawati, wanita titis Bhatari Sri Widowati beserta 800 wanita pengiringnya (putri domas), ribuan dayang, lebih dari seribu raja dan permaisurinya, lengkap dengan para patihnya dan hulubalang kerajaan, ribuan rakyat Maespati, jutaan prajurit dari lebih seribu negara dan juga disaksikan oleh ratusan dewa dan hapsari dipimpin langsung oleh Bhatara Narada dan Bhatara Indra yang sengaja turun dari Kahyangan Jonggring Saloka dan Kahyangan Ekacakra.

Keduanya mengeluarkan kesaktiannya dalam perang tanding itu. Sumantri melepas senjata saktinya panah Dadali dan begitu melesat di udara pecah menadi ribuan anak panah, Prabu Arjuna Wijaya pun melepaskan senjata santi panah Tritusta, yang juga pecah menjadi ribuan anak panah. Ribuan anak panah dari keduanya saling bertempur di udara. Melihat pertempuran ribuan anak panah yang tiada akhirnya, Prabu Harjunasasrabahu kemudian melepaskan panah angin, yang menimbulkan angin besar dan menyapu habis semua anak panah tersebut. Sumantri kemudian melepaskan panah Bojanggapasa, yang menjadi jutaan ular naga dan memenuhi area pertempuran.

Prabu Harjunasasrabahu kemudian melepaskan panah saktinya Paksijaladra. Dan muncullah jutaan burung garuda, yang terbang menukik menyambar ular-ular naga dari panah Sumantri. Akhirnya perang itu dimenangkan oleh sang Prabu. Sumantri kemudian meminta maaf kepada Sang Prabu dan mengabdi kepada Harjunasasrabahu dan diangkat menjadi patih dengan gelar Patih Suwanda. Kemenangan Harjunasasrabahu memberi pengaruh besar terhadap wibawanya. Semua orang menjadi yakin bahwa ia benar-benar penjelmaan Dewa Wisnu. Raja yang semua tunduk dan bersekutu dengan Kerajaan Maespati semakin hormat, dan raja-raja yang semula ragu, akhirnya dengan sukarela tunduk dan bersatu dengan kerajaan Maespati.